Selasa, 05 November 2013

HUBUNGAN ETIKA BISNIS DAN KORUPSI

Tugas Etika Bisnis 4

Teori:

Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak[1].
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
• perbuatan melawan hukum,
• penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
• memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
• merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah
• memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
• penggelapan dalam jabatan,
• pemerasan dalam jabatan,
• ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
• menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
• Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
• Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
• Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.

Hubungan Etika bisnis dan korupsi
Hubungan antara etika bisnis dengan korupsi yaitu praktek korupsi yang banyak terjadi merupakan salah satu dari pelanggaran etika bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa praktek korpusi adalah tindakan tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral.

Contoh Kasus:

Polda Jateng Tangani 32 Kasus Korupsi Pejabat
06 Nopember 2006 00:00:00 / ekobayong / dibaca: 1219 kali / Kat: Audit
Selama 2006, Polda Jateng menangani 32 kasus dugaan korupsi yang melibatkan para pejabat di Jateng. Dan 87 orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka terdiri atas 36 pejabat eksekutif dan 48 pejabat legislative, dan 3 tersangka rekanan. Hal tersebut dijelaskan oleh Kapolda Jateng Irjen Pol Dody Sumantyawan saat melakukan rapat dengar pendapat dengan komisi A DPRD Jateng di gedung berlian, Jumat (3/11).
"Tindak pidana korupsi yang kita tangani, termasuk yang dilaporkan pada 2005, ada 32 kasus," jelasnya dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi A DPRd Jateng Subyakto.
Menurut Dody, penanganan kasus korupsi merupakan salah satu prioritas yang harus diselesaikan. Sebab, kata dia, dugaan korupsi merupakan salah satu kasus yang mendapat perhatian serius dari Kapolri.
Dan dari 32 kasus yang ditangani tersebut, baru 7 perkara sudah berada dalam status P21 atau seluruh berkasnya sudah lengkap. Delapan kasus lainnya berstatus P19 atau masih perlu penyempurnaan, tiga kasus telah dilimpahkan ke instansi lain (kejaksaan dan KPK), dan 14 kasus lainnya sedang dalam proses menyidikan.
Kerugian negara dalam kasus korupsi di Jateng dinyatakan mencapai Rp 69,4 miliar dan 38.885 dolar. Sedangkan kekayaan negara yang berhasil diselamatkan mencapai Rp 47,5 miliar.
"Tersangka ada dari kalangan legislatif dan eksekutif. Ini menunjukkan tidak ada diskriminasi," tandas Dody.
Meski begitu, ia mengakui adanya anggapan masyarakat bahwa penanganan kasus korupsi terkesan lamban. Menurutnya, pihaknya hanya melaksanakan tugas sesuai aturan yang ada.
"Sebab, sesuai dengan peraturan yang ada, jalan yang harus ditempuh untuk melakukan penyidikan memang panjang. Seperti pemeriksaan kepala daerah yang diduga korupsi harus mendapatkan izin dari presiden," jelas jenderal bintang dua tersebut.
Tak hanya itu, untuk menghitung nilai kerugian negara, BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) membutuhkan waktu minimal 3 bulan.
Demikian pula, terang Dodi, dengan masalah penahanan terhadap pihak yang telah dinyatakan sebagai tersangka, Polda akan menahan dengan pertimbangan yang bersangkutan dikhawatirkan akan melarikan diri, merusak barang- bukti atau mengulangi perbuatannya.
"Jadi semata-mata karena hal dan pertimbangan ini, bukan karena polisi tidak dapat berbuat banyak untuk menahan tersangka," imbuhnya.
Sementara itu, komisi A mendesak agar Polda Jateng lebih serius meningkatkan implementasi pemberantasan dan pengungkapan kasus korupsi yang merugikan negara ini. Subyakto menyampaikan, hingga saat ini pihaknya menerima berbagai keluhan dan masukan dari masyarakat, seputar upaya pengungkapan berbagai kasus tindak pidana korupsi (tipikor) di Jateng.
"Selain memakan waktu, keluhan juga disampaikan seputar beberapa kasus yang masih ’mandeg’ di tingkat penyidikan Polda Jateng, meski upaya penaganan telah dilakukan jauh-jauh hari," tegas mantan ketua DPD Partai Demokrat Jateng ini.
Dewan, tegas Subiyakto, bisa memahami masalah perizinan pemeriksaan memang bisa menjadi kendala. Apalagi, umumnya kasus dugaan korupsi ini mengkait nama jajaran eksekutif dan legislatif. Namun, lanjutnya, Polda Jateng hendaknya lebih pro aktif dalam mencari persoalan yang masih menghambat. Sehingga upaya penegakan hukum ini dapat segera dituntaskan.
"Penjelasan yang disampaikan oleh kapolda masih terlalu normatif. Sehingga masih perlu ditingkatkan implementasi di lapangan agar kasus korupsi ini dapat segera dituntaskan tanpa banyak memakan waktu," tegas Subiyakto.
Sedangkan anggota komisi A, Amin Sudibyo, menilai masih ada kesan "tebang pilih" dalam penanganan kasus korupsi. Contohnya, penanganan kasus dugaan korupsi yang menyangkut kalangan legislatif, menurutnya, selalu dikejar terus.
"Yang gencar sasarannya pada legislatif, sedangkan untuk eksekutif sangat lambat," tuturnya.
Hal serupa juga diungkapkan oleh anggota komisi A lainnya, Agna Susila dengan mempertanyakan mengapa kasus korupsi yang ditangani Polda hanya yang melibatkan kalangan legislatif dan eksekutif saja. "Apa tidak ada kasus korupsi yang melibatkan kalangan yudikatif," tanyanya.
Menanggapai hal tersebut, Kapolda menjelaskan bahwa hingga saat ini memang belum ada laporan mengenai korupsi yang melibatkan yudikatif. Seandainya memang adanya laporan tersebut, pihaknya tidak segan-segan mengusutnya. Dalam hal ini Kapolda menegaskan bahwa jajarannya tidak akan melakukan diskriminasi dan tetap akan melakukan penyidikan sesuai dengan prosedur yang ada. (ton)
Sumber : Radar Semarang 6 –11-06 (DCH)

Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
http://id.wikipedia.org/wiki/Etika_bisnis
http://gwadamakbar.wordpress.com/2011/11/23/pengertian-korupsi-etika-bisnis-dan-hubungan-etika-bisnis-dengan-korupsi/
http://www.bpkp.go.id/berita/read/1784/3505/Polda-Jateng-Tangani-32-Kasus-Korupsi-Pejabat.bpkp



Tidak ada komentar:

Posting Komentar